Cooling water tower memainkan peran penting dalam proses pendinginan di berbagai industri, mulai dari pembangkit listrik, manufaktur, hingga fasilitas pengolahan kimia. Sistem ini dirancang untuk menghilangkan panas dari air proses melalui evaporasi sebelum air didaur ulang kembali ke sistem.
Namun, dalam operasionalnya, cooling tower sering kali menghadapi sejumlah tantangan teknis yang dapat mengganggu efisiensi, memperpendek usia peralatan, dan meningkatkan biaya operasional.
9 Masalah Umum yang Terjadi pada Cooling Water Tower
Berikut ini adalah beberapa masalah umum pada cooling water tower yang sering ditemui di berbagai sektor industri, lengkap dengan penyebab dan solusi praktisnya.
1. Scaling (Pembentukan Kerak)
Salah satu masalah yang paling umum dijumpai dalam cooling water tower adalah scaling atau pengendapan skala. Scaling terjadi akibat tingginya kandungan mineral seperti kalsium dan magnesium dalam air yang mengendap dan membentuk lapisan keras di permukaan heat exchanger atau dalam pipa.
Akumulasi ini dapat menghambat laju aliran air dan mengurangi efisiensi perpindahan panas, sehingga sistem harus bekerja lebih keras untuk mencapai hasil pendinginan yang sama. Hal ini tak hanya meningkatkan konsumsi energi, tapi juga dapat mempercepat kerusakan pada peralatan.
Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk mengontrol kualitas air make-up serta menggunakan bahan kimia khusus seperti antiscalant dan melakukan blowdown secara berkala guna menurunkan konsentrasi mineral dalam sistem.
Baca Juga: Bagaimana Mengatasi Peningkatan Kesadahan pada Sistem Pendingin?
2. Corrosion (Korosi)
Korosi juga termasuk dalam kategori common problem cooling water tower yang dapat berdampak serius terhadap integritas sistem. Proses ini umumnya terjadi karena reaksi kimia antara logam dalam sistem dengan air dan oksigen terlarut, apalagi jika pH air tidak dijaga pada level ideal.
Korosi menyebabkan kerusakan bertahap pada pipa, pompa, dan bagian logam lainnya, hingga akhirnya menimbulkan kebocoran, kerusakan sistem, dan potensi kontaminasi dalam proses industri.
Untuk mencegah korosi, diperlukan pengendalian pH yang ketat serta penggunaan corrosion inhibitor yang sesuai, yang dapat membentuk lapisan pelindung pada permukaan logam.
3. Biological Fouling (Pertumbuhan Mikroorganisme)
Lingkungan cooling tower yang lembap dan hangat sangat kondusif bagi pertumbuhan mikroorganisme seperti alga, bakteri, dan jamur. Jika tidak dikendalikan, pertumbuhan mikroba ini dapat membentuk lapisan biofilm di permukaan sistem, yang menghambat perpindahan panas, menyumbat jalur aliran, serta menimbulkan bau tidak sedap.
Bahkan, dalam kasus ekstrem, risiko penyakit akibat bakteri Legionella juga bisa meningkat. Oleh karena itu, pengendalian biologis menjadi hal yang esensial dalam perawatan cooling water tower. Penggunaan biocide kimia secara berkala, baik yang bersifat oksidatif maupun non-oksidatif, merupakan langkah penting untuk menjaga sistem tetap bersih dan aman. Selain itu, pembersihan fisik secara rutin juga dapat membantu mengurangi pertumbuhan mikroorganisme.
Baca Juga: Kenapa Cooling Tower Saya Mengalami Biofouling?
4. Foaming (Pembentukan Busa)
Foaming atau pembentukan busa di permukaan air cooling tower sering kali merupakan gejala dari ketidakseimbangan kimia dalam sistem. Busa dapat terbentuk akibat overdosing bahan kimia, tingginya kandungan zat organik, atau aktivitas mikroba yang berlebihan. Meskipun tampak sepele, busa dapat menyebabkan overflow air, mengganggu operasi sistem, serta menurunkan efektivitas proses pendinginan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap program chemical dosing dan kualitas air make-up, serta penggunaan anti-foam agent bila diperlukan.
5. Tingginya Total Dissolved Solids (TDS)
Kadar TDS yang tinggi dalam air cooling tower biasanya terjadi akibat akumulasi garam mineral karena penguapan. Kondisi ini dapat mempercepat terjadinya scaling, meningkatkan potensi korosi, dan menurunkan efisiensi sistem secara keseluruhan.
Untuk menjaga kestabilan sistem, kontrol TDS harus dilakukan secara berkala. Langkah-langkah yang umum dilakukan adalah dengan melakukan blowdown teratur untuk mengeluarkan air yang jenuh mineral, serta menggunakan pretreatment seperti reverse osmosis pada air make-up guna menurunkan beban mineral sejak awal.
6. Fluktuasi pH yang Tidak Terkendali
Ketidakstabilan pH dalam sistem cooling water tower dapat mengganggu keseimbangan reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. pH yang terlalu rendah dapat mempercepat korosi, sementara pH yang terlalu tinggi dapat mendorong pembentukan skala. Keduanya sama-sama merugikan.
Untuk menghindari hal ini, sistem harus dilengkapi dengan pemantauan pH secara berkala dan mekanisme penyesuaian otomatis menggunakan bahan kimia pH adjuster seperti asam atau basa kuat, tergantung kebutuhan sistem. Penggunaan sistem dosing otomatis dan sensor pH yang akurat menjadi penting untuk menjaga sistem tetap seimbang.
7. Kualitas Air Make-Up yang Buruk
Air make-up yang digunakan untuk menggantikan air yang hilang akibat penguapan atau blowdown harus memenuhi standar kualitas tertentu. Jika air make-up mengandung TSS tinggi, hardness, atau bahan organik berlebih, maka akan meningkatkan beban sistem dan mempercepat terjadinya scaling, fouling, serta pertumbuhan mikroba.
Oleh karena itu, pretreatment menjadi langkah kunci. Proses filtrasi, softening, atau reverse osmosis dapat digunakan untuk memastikan air make-up yang digunakan telah memenuhi standar operasional sistem cooling tower.
8. High Amount of Blowdown
Blowdown yang terlalu sering atau dalam volume besar merupakan masalah yang cukup signifikan dalam pengoperasian cooling water tower. Kondisi ini biasanya terjadi karena kontrol TDS atau cycle of concentration yang tidak efektif, sehingga air dengan kandungan mineral tinggi harus terus-menerus dibuang agar tidak mengganggu kestabilan sistem.
Akibatnya, konsumsi air make-up meningkat, biaya operasional membengkak, dan penggunaan bahan kimia pun menjadi lebih boros. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan program pengendalian air yang lebih presisi, mulai dari optimalisasi pretreatment, penyesuaian dosis bahan kimia, hingga penerapan teknologi pemantauan digital.
9. Siklus Konsentrasi Rendah
Cycle of concentration yang rendah menunjukkan bahwa sistem cooling tower membuang terlalu banyak air sebelum mencapai efisiensi maksimum. Hal ini sering kali disebabkan oleh kualitas air make-up yang buruk atau pengaturan kontrol blowdown yang tidak optimal.
Cycle yang rendah bukan hanya menandakan pemborosan air, tetapi juga menunjukkan bahwa sistem tidak memanfaatkan potensi pendinginan air secara maksimal. Untuk memperbaikinya, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengolahan air, penggunaan chemical treatment yang tepat, dan strategi pengaturan ulang blowdown agar sistem dapat beroperasi lebih hemat tapi tetap efektif.
Baca Juga: Cooling Water Treatment: Cara Kerja, Bahaya Jika Diabaikan, dan Solusinya
Dukungan Profesional untuk Performa Cooling Tower yang Optimal
Untuk membantu mengatasi berbagai tantangan umum pada cooling water tower, Lautan Air Indonesia siap menjadi mitra terpercaya Anda. Dengan pengalaman lebih dari empat dekade di bidang pengolahan air industri, kami menghadirkan solusi terintegrasi yang mencakup kebutuhan bahan kimia, peralatan, layanan teknis, hingga sistem pemantauan.
Kami menyediakan beragam chemical treatment seperti anti-scalant, corrosion inhibitor, biocide, anti-foam agent, dan pH adjuster yang diformulasikan khusus untuk sistem cooling tower, guna menjaga performa sekaligus mengontrol biaya operasional.
Bagi perusahaan yang menginginkan pengelolaan sistem yang lebih efisien, kami juga menyediakan layanan operation & maintenance (O&M) secara menyeluruh, termasuk pengelolaan blowdown, pemantauan berkala, dan optimalisasi penggunaan bahan kimia.
Ingin memastikan sistem cooling tower Anda bebas dari masalah umum dan tetap berjalan optimal? Hubungi kami untuk konsultasi teknis, penjadwalan survey lapangan, atau informasi produk dan layanan kami secara lebih lanjut.