solids floating in secondary clarifiers

Clarifier sekunder merupakan komponen integral dari sistem pengolahan air limbah, yang memfasilitasi pemisahan penting biomassa lumpur aktif dari limbah yang diolah secara biologis. Tantangan operasional yang sering ditemui adalah adanya padatan yang mengapung di clarifier sekunder. Kondisi ini berdampak negatif pada kualitas limbah akhir dan efisiensi keseluruhan proses pengolahan.

Pemahaman yang komprehensif tentang faktor yang berkontribusi terhadap padatan yang mengapung di clarifier sekunder sangat penting untuk manajemen operasional yang efektif. Apa mekanisme utama yang mendorong fenomena ini?

Selain itu, strategi proaktif apa yang dapat diterapkan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya, sehingga memastikan kinerja sistem pengolahan air limbah yang berkelanjutan dan optimal?

Padatan Mengapung di Permukaan Clarifier Sekunder

Secara prinsip, clarifier sekunder berfungsi untuk mengendapkan lumpur aktif setelah proses aerasi, sehingga air limbah yang keluar dari sistem memiliki kualitas sesuai baku mutu lingkungan. Namun dalam praktiknya, sering ditemukan flotasi lumpur atau floating sludge, yaitu kondisi di mana lumpur aktif tidak mengendap, tetapi justru mengapung di permukaan.

Masalah ini bisa muncul secara tiba-tiba maupun bertahap, dan sering kali disertai dengan penurunan kualitas efluen, misalnya meningkatnya nilai TSS (Total Suspended Solids) atau COD (Chemical Oxygen Demand).

Ketika padatan mengapung, sistem clarifier kehilangan fungsi dasarnya. Lumpur aktif yang seharusnya dikembalikan ke kolam aerasi (Return Activated Sludge – RAS) atau dibuang sebagian sebagai excess sludge, malah tertahan di permukaan. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan massa mikroorganisme, potensi short circuiting dalam clarifier, serta meningkatnya risiko pelepasan biomassa ke lingkungan.

Baca Juga: Kenapa Endapan Lumpur di Clarifier Saya Terlalu Banyak?

Dampak Serius bagi Kinerja WWTP

Masalah padatan mengapung bukanlah hal yang bisa diabaikan. Jika tidak segera ditangani, dampaknya bisa meluas.

1. Penurunan Kualitas Air Efluen

Lumpur yang mengapung dan ikut terbawa ke efluen menyebabkan peningkatan TSS dan kemungkinan mengandung mikroorganisme patogen, nitrogen, dan fosfor yang tidak terdegradasi dengan baik. Ini berisiko menyebabkan kegagalan memenuhi baku mutu lingkungan.

2. Efisiensi Proses Menurun

Dengan tertahannya lumpur aktif, jumlah biomassa dalam sistem menjadi tidak stabil. Ini memengaruhi kemampuan sistem dalam menguraikan beban organik (BOD dan COD), dan pada akhirnya menurunkan efisiensi proses biologis.

3. Overload pada Sistem Tertiary Treatment

Jika fasilitas memiliki proses penyaringan lanjutan, meningkatnya TSS dapat menyebabkan beban berlebih dan mempercepat fouling pada sistem filter atau membran.

4. Masalah Operasional dan Biaya Tambahan

Floating sludge membutuhkan penanganan ekstra, baik secara manual maupun kimia, yang tentunya berdampak pada peningkatan biaya operasional dan kebutuhan tenaga kerja tambahan.

Identifikasi Penyebab dan Perbaikan Terintegrasi

Sebelum mengambil tindakan perbaikan, penting untuk mengidentifikasi akar penyebab dari padatan yang mengapung. Beberapa penyebab umum antara lain:

1. Kekurangan Oksigen Terlarut (DO)

Jika kadar DO di kolam aerasi terlalu rendah, maka bakteri akan beralih ke kondisi anoksik atau anaerob, menghasilkan gas seperti metana atau nitrogen. Gas ini terjebak di dalam flok lumpur dan menyebabkan flok mengapung di clarifier.

2. Sludge Bulking

Sludge bulking terjadi ketika flok lumpur menjadi ringan dan tidak bisa mengendap dengan baik. Ini sering disebabkan oleh pertumbuhan filamen berlebih seperti Nocardia, Microthrix parvicella, atau Type 021N, yang memiliki kemampuan mengapung.

3. Overload Organik

Ketika beban organik terlalu tinggi, sistem tidak dapat menguraikan senyawa organik secara sempurna. Hal ini bisa mempercepat pembentukan gas dalam flok dan menyebabkan pengapungan.

Baca Juga: Bagaimana Mengurangi Kandungan Organik dalam Air Baku

4. Return Sludge Rate yang Tidak Optimal

Pengaturan laju lumpur kembali (RAS) yang terlalu rendah menyebabkan lumpur aktif mengendap terlalu lama di dasar clarifier, sehingga mengalami kondisi anaerobik lokal dan memproduksi gas.

5. Kesalahan Dosis Kimia

Penggunaan bahan kimia seperti polymer, koagulan, atau defoamer yang tidak sesuai juga bisa memperburuk flokulasi dan menyebabkan lumpur lebih ringan atau membentuk gelembung.

Pendekatan Solusi dari Lautan Air Indonesia

Sebagai perusahaan dengan pengalaman lebih dari 40 tahun di bidang solusi air, Lautan Air Indonesia menawarkan pendekatan komprehensif dan terintegrasi untuk menangani permasalahan floating sludge di clarifier sekunder. Berikut adalah layanan dan solusi yang bisa kami sediakan:

1. Audit Sistem dan Root Cause Analysis

Tim teknis kami dapat melakukan kunjungan lapangan untuk mengidentifikasi penyebab utama terjadinya padatan mengapung. Analisis ini mencakup evaluasi parameter proses, inspeksi visual, serta pengujian laboratorium.

2. Rekomendasi Operasional dan O&M Support

Berdasarkan hasil analisa, kami akan memberikan panduan operasional termasuk penyesuaian RAS/WAS rate, kontrol DO, serta strategi pembersihan clarifier. Kami juga menyediakan jasa Operation & Maintenance untuk memastikan sistem berjalan optimal.

3. Pemilihan Bahan Kimia yang Tepat

Kami menyediakan beragam bahan kimia pengolahan air seperti:

  • Koagulan: PAC, Alum, ACH, untuk memperbaiki flokulasi
  • Polimer: Anionic/Cationic untuk memperkuat flok
  • Defoamer & Odor Control: untuk menangani bau dan gelembung akibat gas

Pemilihan bahan kimia kami didasarkan pada uji jar test dan kompatibilitas dengan sistem yang ada.

4. Penggantian atau Perbaikan Peralatan

Jika ditemukan kerusakan pada sistem clarifier seperti pengaduk, skimmer, sludge scraper, atau aerator, kami juga menyediakan jasa supply dan instalasi peralatan sesuai spesifikasi teknis industri.

5. Pelatihan Operator dan Monitoring Berkala

Kami percaya bahwa sumber daya manusia adalah kunci keberhasilan sistem. Oleh karena itu, kami menyediakan pelatihan teknis bagi operator WWTP agar mampu mengelola sistem clarifier dengan baik, termasuk deteksi dini potensi floating sludge.

Masalah padatan mengapung di clarifier sekunder bisa menjadi tanda gangguan sistemik dalam pengolahan air limbah. Dibutuhkan pendekatan menyeluruh mulai dari analisa proses, perbaikan operasional, hingga solusi kimia dan peralatan untuk mengatasinya.

Lautan Air Indonesia hadir sebagai mitra terpercaya Anda dalam pengelolaan air dan air limbah industri. Dengan pengalaman puluhan tahun, layanan menyeluruh, serta dukungan teknis profesional, kami siap membantu Anda menjaga performa sistem pengolahan air limbah agar tetap andal dan sesuai regulasi. Hubungi Lautan Air Indonesia sekarang untuk konsultasi lebih lanjut.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

You may use these <abbr title="HyperText Markup Language">HTML</abbr> tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

*